Twitter
KARANG TARUNA TERATAI KELURAHAN TITIPAPAN

Archive for September 2012

Sekilas tentang Sejarah Karang taruna. Karang Taruna lahir pada tanggal 26 September 1969 di Kampung Melayu Jakarta, melalui proses Experimental Project Karang Taruna, kerjasama masyarakat Kampung Melayu/ Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAY) dengan Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial. Pembentukan Karang Taruna dilatar belakangi oleh banyaknya anak-anak yang menyandang masalah sosial antara lain seperti anak yatim, putus sekolah, mencari nafkah membantu orang tua dsb. Masalah tersebut tidak terlepas dari kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat kala itu.
MASA KELAHIRANNYA S/D DIMULAINYA PELITA (1960 – 1969)
Tahun 1960–1969 adalah saat awal dimana Bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan disegala bidang. Instansi-Instansi Sosial di DKI Jakarta (Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial) berupaya menumbuhkan Karang Taruna–Karang Taruna baru di kelurahan melalui kegiatan penyuluhan sosial. Pertumbuhan Karang Taruna saat itu terbilang sangat lambat, tahun 1969 baru terbentuk 12 Karang Taruna, hal ini disebabkan peristiwa G 30 S/PKI sehingga pemerintah memprioritaskan berkonsentrasi untuk mewujudkan stabilitas nasional.
DIMULAINYA PELITA HINGGA MASUK GBHN (1969 – 1983)
Salah satu pihak yang berjasa mengembangkan Karang Taruna adalah Gubernur DKI Jakarta H. Ali Sadikin (1966-1977). Pada saat menjabat Gubernur, Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi bagi tiap Karang Taruna dan membantu pembangunan Sasana Krida Karang Taruna (SKKT). Selain itu Ali Sadikin juga menginstruksikan Walikota, Camat, Lurah dan Dinas Sosial untuk memfungsikan Karang Taruna.
Tahun 1970 Karang Taruna DKI membentuk Mimbar Pengembangan Karang Taruna (MPKT) Kecamatan sebagai sarana komunikasi antar Karang Taruna Kelurahan. Sejak itu perkembangan Karang Taruna mulai terlihat marak, pada Tahun 1975 dilangsungkanlah Musyawarah Kerja Karang Taruna, dan pada moment tersebut Lagu Mars Karang Taruna ciptaan Gunadi Said untuk pertama kalinya dikumandangkan.
Tahun 1980 dilangsungkan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Karang Taruna di Malang, Jawa Timur. Dan sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 1981 Menteri Sosial mengeluarkan Keputusan tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna dengan Surat Keputusan Nomor. 13/HUK/KEP/I/1981 sehingga Karang Taruna mempunyai landasan hukum yang kuat.
Tahun 1982 Lambang Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI nomor.65/HUK/KEP/XII/1982, sebagai tindak lanjut hasil Mukernas di Garut tahun 1981. Dalam lambang tercantum tulisan Aditya Karya Mahatva Yodha (artinya: Pejuang yang berkepribadian, berpengetahuan dan terampil)
Pada tahun 1983 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang didalamnya menempatkan Karang Taruna sebagai wadah pengembangan generasi muda.
MASUK GBHN SAMPAI TERJADINYA KRISIS
Tahun 1984 terbentuknya Direktorat Bina Karang Taruna;
Tahun 1984-1987 sejumlah pengurus/aktivis Karang Taruna mengikuti Program Nakasone menyongsong abad 21 ke Jepang dalam rangka menambah dan memperluas wawasan;
Tahun 1985 Menteri Sosial menyatakan sebagai Tahun Penumbuhan Karang Taruna, sedangkan tahun 1987 sebagai Tahun KualitasKarang Taruna;
Karang Taruna Teladan Tahun 1988 berhasil merumuskan: Pola Gerakan Keluarga Berencana Oleh Karang Taruna;
Tahun 1988 Pedoman Dasar Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI no. 11/HUK/1988;
Kegiatan Studi Karya Bhakti, Pekan Bhakti dan Porseni Karang Taruna merupakan kegiatan dalam rangka mempererat hubungan antar Karang Taruna dari sejumlah daerah;
Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) sebagai sarana tempat Karang Taruna berlatih dibidang-bidang pertanian dan peternakan.
Bulan Bhakti Karang Taruna (BBKT) biasanya diselenggarakan dalam rangka ulang tahun Karang Taruna. Merupakan forum kegiatan bersama antar Karang Taruna dari sejumlah daerah bersama masyarakat setempat, kegiatannya berupa karya bhakti/pengabdian masyarakat;
Tahun 1996 bekerjasama dengan Depnaker diberangkatkan 159 tenaga dari Karang Taruna untuk magang kerja ke Jepang antara 1 s/d 3 tahun, dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang usaha;
Pelibatan Karang Taruna dalam kesehatan reproduksi remaja diadakan agar Karang Taruna dapat berperan sebagai wahana Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi remaja warga karang Taruna;
KARANG TARUNA DALAM SITUASI KRISIS (1997 – 2004)
Krisis moneter yang terjadi tahun 1997 berkembang menjadi krisis ekonomi, yang dengan cepat menjadi krisis multidimensi. Imbas dari krisis tersebut tak urung juga berdampak pada lambannya perkembangan Karang Taruna. Puncaknya pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan Departemen Sosial, Karang Taruna pada umumnya mengalami stagnasi, bahkan mati suri. Konsolidasi organisasi terganggu ,aktivitas terhambat dan menurun bahkan cenderung terhenti. Hal tersebut menyebabkan Klasifikasi Karang Taruna menurun walaupun masih ada Karang Taruna yang tetap eksis.
Tahun 2001 Temu Karya Nasional Karang Taruna dilaksanakan di Medan., Sumatera Utara. Hasilnya antara lain menambah nama Karang Taruna menjadi Karang Taruna Indonesia, memilih Ketua Umum Pengurus Nasional KTI, serta menyusun Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga KTI. Hasil TKN tersebut memperoleh tanggapan yang berbeda-beda dari daerah.
PERKEMBANGAN KARANG TARUNA TAHUN 2005 HINGGA SEKARANG
Banten merupakan salah satu Provinsi yang ikut menorehkan sejarah ke-Karang Taruna-an. Pada tanggal 9-12 April 2005 digelar Temu Karya Nasional V Karang Taruna Indonesia (TKN V KTI) di Propinsi Banten. Beberapa hal yang dihasilkan pada TKN V tersebut antara lain:
Pemilihan Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT) periode 2005 – 2010;
Perubahan nama KTI menjadi Karang Taruna;
Merekomendasikan Pedoman Dasar Karang Taruna yang baru yang akan ditetapkan oleh MENSOS RI.
Pada tanggal 29 Juni – 1 Juli 2005 diselenggaran Rapat Kerja Nasional Karang Taruna (Rakernas Karang Taruna) di Jakarta dalam rangka menyusun program kerja. Pada tahun yang sama, Menteri Sosial mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna (pengganti Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 11/HUK/1988), sebagai tindak lanjut rekomendasi Temu Karya Nasional V di Banten. dan pada tanggal 23 – 27 September 2005 diselenggarakan BBKT dan SKBKT di Propinsi DIY dengan peserta lebih kurang 3.000 orang terdiri dari anggota dan pengurus Karang Taruna dari seluruh wilayah Indonesia.
Pengakuan dan Perhatian para penentu kebijakan di negeri ini terhadap keberadaan Karang Taruna dibuktikan dengan masuknya nama Karang Taruna dalam beberapa regulasi atau perundang-undangan. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, PP No. 72 & 73 tentang Desa dan Kelurahan serta UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah beberapa produk hukum yang didalamnya menempatkan Karang Taruna dengan segala peran dan fungsinya.
*dari berbagai sumber



Tidak sedikit pendapat yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung, akan tetapi pada dasarnya pendapat-pendapat tersebut sudah terangkum dalam hasil penelitian Richard M.Steer. seperti misalnya teori mengenai pembinaan organisasi yang menekankan adanya perubahan yang berencana dalam organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas organisasi.

Setiap pelayanan akan menghasilkan beragam penilaian yang datangnya dari pihak yang dilayani atau pelanggan. Pelayanan yang baik tentunya akan memberikan penilaian yang baik pula dari para pelanggan, tetapi apabila pelayanan yang diberikan tidak memberikan kepuasan, misalnya pelanggan telah mengeluarkan sejumlah biaya untuk pelayanan tetapi imbalan yang diterimanay tidak seimbang, maka akan menimbulkan kekecewaan pelanggan dan bisa memperburuk citra instansi pemberi layanan.
H.A.S. Moenir menjelaskan beberapa factor yang menyebabkan kurang berkualitasnya pelayanan yang diberikan oleh seorang pemberi pelayan :

Masalah yang dihadapi pemerintah saat ini merupakan masalah publik yang berkenaan dengan pelayanan dan pemberdayaan publik. Administrasi publik merupakan ilmu yang mengkaji berbagai permasalahan pemerintah yang berkenaan dengan publik. Administrasi publik menurut Dwight Waldo dalam The Study Of Public Administration “Administrasi Publik adalah manajemen dan organisasi dari manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah”. Sementara menurut Marshal E Dimock & Koenig dalam Public Administration “Administrasi Publik adalah kegiatan pemerintah dalam melaksanakan kekuasaan politiknya”.
Dalam ilmu administrasi publik, dikenal beberapa unsur dalam administrasi publik, yaitu :
  1. Organisasi Publik ;
  2. Manajemen Publik ;
  3. Leadership/kepemimpinan ;
  4. Komunikasi Publik ;
  5. SDM (Kepegawaian).
Berdasarkan pendapat di atas, kepemimpinan adalah salah satu bidang kajian dalam administrasi publik. Telah banyak ahli yang mempelajari studi mengenai kepemimpinan. Prof. H. A. Djadja Saefullah, Drs., M.A., Ph.D., berpendapat mengenai kepemimpinan sebagai berikut:
“Seperti dikemukakan para ahli seperti White, O’Doneell, Terry…bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang-orang agar dengan penuh pengertian dan perasaan ikhlas mengikuti dirinya dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Mempengaruhi orang-orang di sini berupa pemberian motivasi dan pendekatan human relations” (Saefullah, 2007: 222).

Sebelum berbicara tentang program community development (CD), perlu disinggung di sini corporate social responsibility (CSR) yang merupakan induk dari program community development (CD). Pengertian CSR diadaptasi dari Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya. (Widjaja dan Ardi Pratama, 2008: 7)
Walaupun telah menjadi isu global, sampai saat ini belum ada pengertian tunggal dari CSR yang diterima secara global, tetapi secara etimologi corporate social responsibility dapat diartikan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Melihat awal munculnya, diakui atau tidak kelahiran CSR adalah ‘sogokan’ dari perusahaan kepada masyarakat yang sering dirugikan oleh praktik bisnis perusahaan, karena bagaimanapun fakta menunjukkan bahwa masyarakat sekitar memiliki semacam ‘power’ yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi eksistensi perusahaan. Semakin baik citra perusahaan di tengah-tengah masyarakat sekitarnya, maka semakin kondusif pula iklim usaha bagi perusahaan.

Suatu diskursus pemberdayaan selalu akan dihadapkan pada fenomena ketidakberdayaan sebagai titik tolak dari aktivitas pembedayaan. Ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat telah menjadi bahan diskusi dan wacana akademis dalam beberapa dekade terakhir ini. Di Indonesia, diskursus pemberdayaan semakin menguat berkaitan dengan penguatan demokratisasi dan pemulihan (recovery) krisis ekonomi. Kieffer dalam Edi Suharto (1998:211) mendeskripsikan secara konkrit tentang kelompok mana saja yang mengalami ketidakberdayaan yaitu; “kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat seperti masyarakat kelas ekonomi rendah; kelompok miskin, usaha kecil, pedagang kaki lima, etnis minoritas, perempuan, buruh kerah biru, petani kecil, umumnya adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan”.

Wahai orangtua, sediakanlah dua telinga untuk mendengarkan keluh kesah anakmu. Dengarkanlah apapun yang ingin mereka ceritakan. Berikanlah kedua tanganmu untuk memeluk mereka ketika mereka sedang sedih dan kecewa dengan dunia. Siapkan kedua matamu untuk memberi perhatian. Jadikan bahumu tempat mereka bersandar. Temanilah mereka menjadi orang dewasa.
Tugas orangtua adalah membimbing anaknya melalui masa remaja. Arahkan mereka ke jalan yang benar. Beritahukan apa saja kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi. Didiklah mereka atau mereka akan dididik oleh lingkungan. Jika orangtua tak memberikan perhatian yang cukup maka mereka akan mencari perhatian dari orang lain. Jadilah tempat untuk curhat mereka atau mereka akan mencari tempat curhat yang lain.