Twitter
KARANG TARUNA TERATAI KELURAHAN TITIPAPAN

Archive for Oktober 2012


Idul Adha atau hari raya korban mengajarkan arti penting sebuah keyakinan dan pengorbanan. Bermula dari kisah Nabi Ibrahim as. yang mendapat perintah dari Allah SWT agar menyembelih putra tercintanya Ismail a.s. Ketulusan Ibrahim untuk menyembelih putranya atas perintah Allah, merupakan bentuk pengorbanan yang sangat mendalam. Pengorbanan demi suatu keyakinan yang kuat akan nilai kebaikan, dan pasti akan mendapat pertolongan Allah dalam perjalanannya, meskipun harus melepas sesuatu yang paling ia cintai. 
Jika ibadah kurban telah dipraktikkan pada masyarakat kuno atau generasi yang paling awal, dan kurban bukanlah ibadah khas Islam, apa yang membedakannya dengan syari’at qurban Islam ?.Berkenaan dengan hal ini paling tidak ada dua hal yang membedakan ibadah qurban masyarakat kuno dengan qurban dalam Islam. Pertama, dari sisi orientasi atau tujuan ibadah. Jika pada masa lalu, qurban erat kaitannya dengan permohonan keselamatan kepada dewa, maka di dalam Islam kurban dimaksudkan untuk ibadah kepada Allah Swt. Pengorbanan seorang hamba apapun bentuknya hanya pantas dipersembahkan kepada Allah dan bukan kepada yang lain. Menariknya, kendati orientasi ibadah qurban kepada Allah, namun tetap mengacu kepada kepentingan manusia. Lewat qurban, seseorang akan membuktikan cintanya kepada Allah Swt.
Kedua, perbedaan qurban masa lalu dengan qurbannya Islam adalah dari sisi pemanfaatan hewan qurban. Bagi peradaban kuno, inti dari kurban bukanlah pendistribusian obyek qurban kepada orang ramai, karena biasanya, obyek qurban justru dimusnahkan dengan dibakar atau dihanyutkan ke sungai. Jelas tidak ada pemanfaatan buat manusia. Berbeda dengan Islam, hewan yang diqurbankan peruntukannya dikembalikan kepada manusia. Agaknya cukup menarik membaca firman Allah Swt. yang maknanya, "Sesungguhnya yang sampai kepada Allah bukanlah darah atau dagingnya melainkan ketakwaaan kamu."
Menariknya di dalam Islam, kendatipun ibadah qurban dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. namun nilai-nilai sosial (solidaritas sosialnya) tetap terpelihara. Bahkan esensi dari ibadah qurban itu sesungguhnya terletak pada distribusi hewan qurban kepada orang-orang yang tidak mampu agar mereka memiliki perbekalan makanan pada hari raya idul Adha dan hari tasyrik. Dengan pemberian daging kurban diharapkan mereka juga dapat bergembira dalam merayakan idul Adha.
Pertanyaannya adalah, apakah ibadah qurban yang kita laksanakan selama ini telah berhasil menggembirakan fakir miskin dan orang-orang yang tidak mampu? Apakah target memberikan kelapangan dan kegembiraan tersebut hanya untuk 4 hari saja (Idul Adha dan hari tasyrik) sedangkan selainnya mereka akan kembali sengsara? Pertanyaan ini penting untuk direnungkan? Bagi saya, ajaran Islam tidaklah sesederhana itu dalam memandang sebuah persoalan. Islam juga tidak pernah memberikan jalan keluar terhadap persoalan kemiskinan dan kemelaratan secara instan. Mengapa sampai hari ini, apakah ibadah zakat, infaq, sadaqah dan wakaf belum berhasil mengangkat harkat dan martabat kehidupan umat Islam yang sebagian besarnya dalam kemelaratan? Hemat penulis, masalahnya bukan pada institusi zakat dan wakaf itu sendiri. 

Pendidikan merupakan proses yang mulia untuk menyempurnakan nalar dan budi manusia. Karena itu, sudah saatnya pendidikan nasional dilaksanakan dengan berbasis kebudayaan dalam arti yang luas.


Pendidikan merupakan proses yang mulia untuk menyempurnakan nalar dan budi manusia. Karena itu, sudah saatnya pendidikan nasional dilaksanakan dengan berbasis kebudayaan dalam arti yang luas. Pendidikan berbasis kebudayaan itu akan membentuk masyarakat yang menguasai ilmu pengetahuan serta memiliki etika dan moral.
Memang fungsi pendidikan untuk menciptakan orang-orang pintar, tapi sebenarnya lebih baik lagi jika mampu ciptakan orang-orang yang berkarakter.
-- Daoed Joesoef
”Memang fungsi pendidikan untuk menciptakan orang-orang pintar, tetapi sebenarnya lebih baik lagi jika mampu menciptakan orang-orang yang memiliki karakter,” kata Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada era Orde Baru, dalam sarasehan pendidikan bertajuk ”Konsep Pendidikan Indonesia Berdasarkan Budaya serta Penerapannya di Lingkungan Rumah, Sekolah, dan Masyarakat” yang berlangsung di Jakarta, Minggu (31/10/2010).
Acara itu digagas Lingkar Makna Aliansi Pemberdayaan Insani (API), sebuah perkumpulan masyarakat dari sejumlah kalangan yang ingin berbuat untuk memajukan pendidikan nasional yang saat ini dinilai memprihatinkan. Kegiatan tersebut didukung, antara lain, oleh PT Garuda Food dan Penerbit Buku Kompas.


Keberhasilan pendidikan berbasis karakter terkait dengan kondisi peserta didik yang landasan keluarganya mengharapkan tercipta iklim kehidupan dengan norma kebaikan dan tanggung jawab.

Oleh Oong Komar




 
Pujiriyanto


Abstrak
Dunia pendidikan saat ini ada pada aras diametrikal yang saling bertolak belakang. Di satu sisi harus memainkan perannya sebagai penjaga dan pelestari nilai-nilai dan ajaran moral, pada sisi lain pendidikan dituntut melahirkan individu-individu yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.  Dunia pendidikan sebagai lokomotif utama pembentuk karakter dan jati diri bangsa justru berada dalam paradok yang kontraproduktif. Di satu sisi mengajarkan nilai-nilai moral namun di satu sisi terjadi melanggar nilai-nilai dan ajaran moral. Materialisasi dan politisasi pendidikan adalah fenomena terjadinya paradok ini. Dunia pendidikan sendiri mengalami krisis identitas dan kehilangan karakternya sebagai agen perubahan. Ideologi pendidikan yang tidak jelas menjadikan dirinya terombang ambing, dan cenderung kehilangan rasa percaya diri akan kekuatan dirinya.  Untuk tetap berperan aktif dalam membentuk jati diri bangsa dan sebagai agen perubahan dunia pendidikan harus membebaskan diri dari belenggu yang melahirkan paradoknya, membangun percaya diri dan menemukan paradigma yang sesuai. Pendidikan profetik ditawarkan sebagai sebuah paradigma pendidikan yang mampu mensintesakan antara keinginan sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan yang menginginkan terjaganya nilai-nilai moral.

Kata kunci: jati diri, kognitif,  nilai moral, percaya diri, profetik.


Oleh: Toto Suharto
Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang

Abstract
Democratization of education can be actualized through, among others, the application of the concept of community-based education. This article is philosophically aimed at exploring the basic ideas and concepts implied in community-based education. What is community-based education? Why does the concept need to be implemented in educational management? The problem of community-based education is a new subject of discourse appearing in the educational world and especially in Indonesian society.

Community-based education is a system of education in which the community makes a high proportion of decisions concerning education, starting from matters of the input, process, and output through to the financing of education. The concept of community-based education appears urgent to be implemented for the sake of democratization of education. Community-based education represents a political struggle for social transformation. Thus, community-based education is part of an agenda of critical pedagogy which attempts to liberate education from the shackles of political power. When education has been liberated from the domination and hegemony of such power, it means that democratization of education has been actualized.



Pendahuluan

Pendidikan pada hakikatnya merupakan pencerminan kondisi negara dan kekuatan sosial-politik yang tengah berkuasa. Pendidikan dengan sendirinya merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada (Kartono, 1997:77). Masalah pendidikan akan menjadi masalah politik apabila pemerintah ikut terlibat di dalamnya. Bahkan menurut Michael W. Apple sebagaimana dikutip H.A.R. Tilaar (2003: 94-94), kurikulum pendidikan yang berlaku sebenarnya merupakan sarana indoktrinasi dari suatu sistem kekuasaan. Melalui kurikulum, pemerintah telah menjadikan pendidikan sebagai sarana rekayasa dalam rangka mengekalkan struktur kekuasaannya.