Oleh:
Maria R. Nindita Radyati, PhD
Seperti kita ketahui, masih banyak yang menganggap tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility
(CSR) sebagai perhabisan biaya. Akan tetapi, menurut penelitian Price
Waterhouse Cooper (PWC) sudah ada perusahaan yang menganggap CSR sebagai
investasi jangka panjang.
Seperti halnya investasi dalam proyek apa pun, perusahaan selalu
mengharapkan tingkat pengembalian atau Return on Investment (ROI).
Tingkat ROI menunjukkan berapa besar investasi tersebut menghasilkan
tingkat pengembalian bagi perusahaan. ROI dapat digunakan juga untuk
mengukur besarnya tingkat pengembalian dari investasi dalam CSR.
Akan tetapi, ada suatu konsep baru yang biasa digunakan oleh
organisasi nirlaba, seperti yayasan, koperasi, dan asosiasi untuk
mengukur dampak kegiatan yang mereka lakukan kepada komunitas.Konsep
tersebut adalah Social Return on Investment (SROI) atau tingkat
pengembalian sosial.
Sebenarnya, SROI ini juga dapat digunakan oleh perusahaan untuk
mengetahui seberapa besar manfaat atau dampak dari kegiatan CSR-nya
kepada masyarakat. Selain itu, SROI juga bermanfaat untuk menyakinkan
pihak manajemen perusahaan bahwa program yang dijalankan tidak sia-sia
dan dapat memberikan manfaat besar untuk masyarakat.
Perusahaan dapat menggunakan SROI untuk melaporkan hasil usahanya ke dalam laporan keberlanjutan (sustainability report)
yang sekarang mulai digabungkan ke dalam laporan tahunan. Jadi, ukuran
keberhasilan CSR tidak hanya dari jumlah program atau jumlah orang yang
terlibat, melainkan dapat dihitung secara finansial berapa “pendapatan”
yang “dikembalikan” oleh kegiatan CSR tersebut.
Cara Menghitung
Berikut ini adalah contoh sederhana cara menghitung SROI dan ROI
dari sebuah kegiatan CSR. Misalnya, program CSR “Lingkungan Sehat,
Keluarga Sehat” yang dijalankan suatu komunitas. Kegiatan dalam program
ini adalah membuang sampah dan membersihkan lingkungan secara berkala
dengan melibatkan komunitas sekitar. Maka, perusahaan dapat menghitung
manfaat yang diciptakan kepada komunitas tersebut dengan
langkah-langkah: mengidentifikasi output (hasil); outcome (dampak);
indikator; dan financial value (nilai uang) dari kegiatan tersebut.
Modal kegiatan tersebut misalnya Rp 1 miliar. Maka, cara sederhana
menghitung SROI-nya adalah sebagai berikut. Hasil kegiatan: gerakan
bersama oleh suatu kelompok masyarakat. Dampak yang diciptakan untuk
komunitas tersebut ada dua. Pertama, penurunan jumlah CO2 yang
dihasilkan. Indikator dampak: misalkan kita asumsikan terjadi 10 persen
penurunan CO2 per tahun. Karena produksi CO2 di Indonesia tahun 2010
sebesar 413.000 ton (www.guardian.co.uk) maka total penurunan CO2 yang diciptakan adalah 41.300 ton per tahun.
Kedua, penurunan jumlah penyakit infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) sebesar 90 persen di rumah sakit (RS) setempat. Misalnya,
jumlah pasien ISPA selama ini rata-rata 1.000 pasien, kini turun 900
pasien atau tinggal 100 pasien.
Nilai Uang
Langkah berikutnya adalah menghitung nilai uang atau social cash flow (SCF) dari kedua dampak di atas. Pertama,
nilai uang penurunan CO2 adalah mengalikan harga CO2 untuk natural gas
dengan jumlah penurunan CO2. Jika harga CO2 adalah US$ 1.197 per ton
(menurut US Energy Information Administration/www.eia.gov), nilai
uangnya sebesar US$ 49,436.1 per ton, yakni sekitar Rp 450 juta per
tahun.
Sementara itu, SCF untuk penurunan penyakit ISPA dapat dihitung
dengan cara: misalnya biaya pengobatan ISPA sampai sembuh adalah Rp 1
juta maka total pengurangan biaya yang diciptakan adalah Rp 900 juta per
tahun. Kemudian kedua angka tersebut dijumlahkan dan menghasilkan total
SCF (arus kas sosial) sebesar Rp 1,35 miliar per tahun.
SROI bagi komunitas adalah persentase nilai sekarang dari total SCF
yang diciptakan terhadap nilai investasi. Nilai sekarang dapat dihitung
misalnya berdasarkan tingkat bunga pinjaman yang berlaku saat ini
setelah dikurangi pajak. Seandainya nilai itu sebesar 8 persen, dan
proyek tersebut diharapkan berkesinambungan sampai tiga tahun ke depan,
maka nilai sekarang menjadi Rp 3.479.080.950. Dengan demikian, SROI yang
diciptakan untuk masyarakat sebesar 349 persen.
Di lain pihak, perusahaan dapat juga menghitung ROI dari investasi
CSR tersebut, yaitu tingkat pengembalian yang diharapkan dari investasi
CSR tersebut. Berikut ini adalah langkah-langkahnya. Dampak yang
diciptakan untuk perusahaan dari kegiatan kebersihan lingkungan di atas,
misalnya: peningkatan jumlah warga masyarakat yang mengenal perusahaan.
Indikatornya adalah terjadi peningkatan penjualan dari pembeli yang
berasal dari komunitas tersebut sebesar 5 persen selama tiga tahun ke
depan.
Meyakinkan Pemegang Saham
Dengan demikian, menghitung nilai uang (financial value)
dari dampak tersebut dapat dilakukan misalnya dengan cara: penjualan
perusahaan per tahun Rp 24 miliar maka peningkatan penjualan menjadi Rp
1,2 miliar selama tiga tahun ke depan. Nilai tersebut merupakan arus kas
bagi perusahaan atas investasi dalam kegiatan CSR tersebut. Dengan
demikian, nilai sekarang dari arus kas dari investasi dalam CSR adalah
Rp 3.092.516.400 dan ROI dari investasi dalam program CSR ini bagi
perusahaan adalah 309 persen.
Dengan cara di atas, perusahaan dapat lebih mudah meyakinkan para
pemegang saham maupun manajemen perusahaan karena mereka dapat
menunjukkan angka positif dari investasi dalam CSR, baik bagi komunitas
maupun perusahaan. Dalam contoh kasus di atas, jumlah SROI sebesar 349
persen dan ROI sebesar 309 persen dari sebuah program CSR di satu
komunitas.
*Penulis adalah Direktur Program Magister Manajemen-Corporate Social Responsibility (MM-CSR) Universitas Trisakti.
Artikel ini dapat pula dibaca di: http://www.sinarharapan.co.id/content/read/menghitung-program-sosial-sebagai-investasi/
Artikel ini dapat pula dibaca di: http://www.sinarharapan.co.id/content/read/menghitung-program-sosial-sebagai-investasi/